loading
Pandemi Covid-19 membuat istilah "cash is the king" menjadi lebih relevan. Semakin lama, ketahanan likuiditas semakin terkuras. Kondisi ini memukul berbagai sektor usaha dan individu, sehingga diperlukannya efisiensi biaya sebesar mungkin. Bahkan, sampai berdampak pada penurunan kemampuan membayar kewajiban.

Saat masa pandemi mulai berakhir, para pengusaha dan UMKM mulai merintis kembali usahanya dan mulai mengajukan permintaan kredit. Lembaga keuangan perlu menggunakan credit scoring guna mendukung analisa pengajuan kredit menjadi lebih efektif dan cermat. Maka dari itu, penting untuk kita menjaga credit scoring sebagai cerminan dari reputasi keuangan kita, agar kita dapat beradaptasi dan menjadi pemenang di krisis ini.

#SobatIdScore dapat membaca lebih lengkap dan mendalam tulisan Direktur Utama IdScore Yohanes Arts Abimanyu di harian Kontan 25 Juni 2020 dengan mengunjungi laman: https://analisis.kontan.co.id/news/cash-is-the-king-credit-score-is-the-queen

Dalam kondisi pandemi seperti ini, istilah cash is the king menjadi sangat relevan pada saat ini. Dunia usaha terus berjuang agar likuiditas dapat terus terjaga hingga wabah pandemi ini segera berakhir. Namun tentu saja ketahanan dunia usaha ada batasnya.

Semakin lama pandemi ini berlangsung tentu akan menguras ketahanan likuiditas dunia usaha. Bagi perusahaan atau pengusaha, tindakan yang dapat dilakukan adalah melakukan efisiensi biaya sebesar mungkin agar ketahanan cash atau likuiditas dapat terjaga selama mungkin.

Mengutip informasi dari media, beberapa perusahaan saat ini hanya mampu bertahan hingga beberapa bulan ke depan, bahkan beberapa perusahaan telah mengurangi atau menutup usahanya. Hal yang sama juga akan berpengaruh pada individu yang tergolong sebagai pengusaha UMKM maupun pekerja golongan formal. Kita mendengar beberapa perusahaan telah mengurangi upah pegawainya bahkan ada yang telah merumahkan pegawainya.

Akibat dari hal ini, tentu banyak individu akan mengalami penurunan kapasitas untuk membayar utang karena tidak lagi memiliki penghasilan. Kondisi wabah pandemi ini memukul berbagai sektor dan individu sehingga berdampak pada penurunan kemampuan membayar kewajiban.

Pemerintah telah mengeluarkan berbagai stimulus untuk membantu pihak-pihak yang terkena dampak pandemi COVID-19 ini. Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan kebijakan bagi yang memberi kesempatan bagi debitur untuk melakukan resktrukturisasi kredit dengan tetap mematuhi syarat-syarat yang diberikan oleh lembaga jasa keuangan.

Bagi debitur yang mengalami keterbatasan tentu saja hal ini menjadi angin segar karena relaksasi pembayaran cicilan tentu akan membantu mempertahankan diri dan likuiditas selama mungkin sehingga akan banyak debitur yang akan memanfaatkan restrukturisasi kredit.

 

Credit Score is the Queen

Ada satu hal yang perlu juga kita sadari bahwa pandemic COVID-19 tentu akan berakhir sebagaimana harapan kita agar ekonomi dapat pulih kembali. Di saat wabah ini berakhir maka pada saat itulah kita semua akan bangkit untuk membangun kembali usaha yang terpuruk ataupun memenuhi kebutuhan kita kembali yang sebelumnya terhambat.

Bagi mereka yang memiliki dukungan likuiditas yang tidak pernah kering dan ada terus menerus tentu hal ini bukan menjadi kendala, namun bagaimana bagi sebagian besar masyarakat yang mengalami keterbatasan akses pembiayaan, tentu akan kesulitan mendapatkan dukungan dana dalam rangka membangun Kembali bisnisnya, memenuhi kebutuhannya atau bahkan melakukan ekspansi.

Mereka yang akan membutuhkan akses ke pembiayaan tentu mau tidak mau harus masuk ke lembaga intermediariesseperti perbankan atau multifinance. Pada saat kondisi ini terjadi, perbankan atau multifinance akan mulai kembali melakukan Analisa apakah seseorang layak untuk memperoleh fasilitas pembiayaan atau kredit dari berbagai aspek salah satunya adalah dengan menggunakan credit scoring.

Credit Scoring saat ini sudah mulai banyak digunakan oleh perbankan atau multifinance sebagai salah satu alat analisa kredit. Credit Scoring adalah suatu angka yang menunjukkan profil risiko seseorang yang dibangun dari karakter seseorang dalam melakukan pembayaran atas kredit/pembiayaan yang diberikan. 

Dengan Credit Scoring, lembaga jasa keuangan dapat memastikan debitur atau calon debitur memiliki kemampuan dalam membayar kewajibannya. Semakin tinggi Credit Scoring seseorang maka semakin rendah risiko orang tersebut untuk mengalami kegagalan dalam pembayaran, demikian pula sebaliknya.

Di tengah kondisi krisis seperti ini selain menjaga likuiditas, juga penting bagi kita untuk mempertahankan dan menjaga reputasi keuangan yang tercermin dari Credit Scoring yang kita miliki. Mengambil istilah cash is the king, maka penulis beranggapan Credit Score is the queen yang juga harus dijaga dengan baik. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mempertahankan Credit Score di tengah kondisi kebutuhan akan likuiditas. Tentu akan banyak diskusi mengapa kita harus mempertahankan Credit Score kita sementara untuk menjaga kehidupan saja sudah mengalami kesulitan. 

Apabila kita tidak menghiraukan Credit Score kita dengan mengabaikan status pembayaran fasilitas pinjaman/kredit semata-mata demi mempertahankan cash, maka hal itu akan menyulitkan kita ke depan bilamana kita membutuhkan pendanaan yang tentunya akan mengandalkan Credit Score.

Membangun reputasi keuangan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan merusaknya. Sekali reputasi kita terganggu, maka nilai Credit Score kita akan langsung turun dan butuh waktu lama untuk Kembali meningkatkannya. Perlu disadari bahwa walaupun kita mengalami kesulitan dalam likuiditas selayaknya kita juga harus menjaga reputasi keuangan kita yang salah satunya dengan cara pengajuan relaksasi atas pembayaran kredit kepada lembaga jasa keuangan baik melalui penurunan suku bunga, perpanjangan masa jatuh tempo ataupun perpanjangan kontrak.

Hal itu semua perlu dilakukan demi menjaga perilaku membayar kita yang menjadi tolok ukur dari perhitungan Credit Scoring. Oleh sebab itu, bagi debitur yang masih mampu membayar cicilan hutang agar sebaiknya tetap selalu membayar cicilan hutang tepat waktu dan tidak memanfaatkan wabah pandemi sebagai upaya menghindar dari pembayaran kewajiban, sementara bagi debitur yang mengalami kesulitan pembayaran dapat mengajukan restrukturisasi kredit.

Sebagaimana aturan OJK, saat ini lembaga jasa keuangan diberikan relaksasi untuk melakukan penilaian atas kualitas kredit debitur hanya melalui satu pilar yaitu ketepatan membayar pokok/bunga, dan kredit yang direstrukturisasi selama berlakunya peraturan OJK tersebut akan dikategorikan menjadi lancar. Tentu saja relaksasi ini sangat membantu menjaga status kelayakan debitur dalam perhitungan credit scoring-nya.

Kondisi pandemi ini akan membuat banyak perubahan dalam pola hidup kita. Dalam menghadapi situasi krisis seperti ini, kita harus mencari cara bagaimana merespon dengan baik agar kita mampu bertahan dalam situasi seperti ini dan kembali kepada kehidupan normal setelah krisis ini berakhir.

Kunci dari menghadapi krisis ini adalah kemampuan kita untuk beradaptasi dengan kondisi yang ada. Mereka yang menjadi pemenang dan bertahan dari dampak wabah pandemi COVID-19 ini adalah mereka yang mampu menjaga likuiditas keuangannya dan mereka yang mampu mempertahankan reputasi keuangannya. Cash is the King and Credit Score is the Queen. Sudahkah Anda menjaga ratu Anda?

 

Yohanes Arts Abimanyu

(seperti dimuat di Harian Kontan edisi 25 Juni 2020)

Artikel Terbaru

...

Bapak Yohanes Arts Abimanyu, Direktur Utama PEFINDO Biro Kredit di Program SESPIBANK

Direktur Utama PEFINDO Credit Bureau Yohanes Arts Abimanyu (duduk di tengah) menjadi fasilitator pada Program SESPIBANK Angkatan 70 tahun 2019 yang diselenggarakan @Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) di Jakarta...

...

PEFINDO Biro Kredit dalam acara Rakornas Perbarindo 20 Februari 2019

Makin beragamnya produk dan kompleksitas usaha sektor Bank Perkreditan Rakyat, makin meningkat pula risiko yang dihadapi Bank Perkreditan Rakyat. Guna mendukung penerapan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 13/POJK.03/2015 tentang...

...

Partisipasi PEFINDO Biro Kredit dalam Acara Musda Perbarindo Jabar VI 18 Februari 2019

Pefindo Credit Bureau yang diwakili oleh Direktur Utama Yohanes Arts Abimanyu berpartisipasi dengan memberikan paparan berjudul “Memperluas Peluang Bisnis melalui Pengelolaan Risiko” pada kegiatan Musyawarah Daerah...

...

Seminar Banker Association for Risk Management (BARA) Risk Forum

PEFINDO Biro Kredit yang diwakili oleh Agus Subekti, Head of Account Management (duduk no 6 dari kiri) menjadi narasumber pada seminar Banker Association for Risk Management (BARA) Risk Forum yang diselenggarakan di Batam 6-7 Desember 2018 dengan...

...

Peluncuran Logo Baru APPI

PEFINDO Biro Kredit hadir pada acara Pertemuan Anggota dan Apresiasi Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) sekaligus peluncuran logo baru APPI di Jakarta, 5 Desember 2018.

...

Korea Credit Bureau visited PEFINDO Biro Kredit

Korea Credit Bureau visited PEFINDO Biro Kredit on November 27-28 2018 for a discussion of recent development in credit bureau services in Indonesia...

widget